Jumat, 03 Oktober 2014

Hukum Menggambar dalam Islam


Hukum Menggambar Dalam Islam

- Dari Ibnu Umar, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

إِنَّ الَّذِينَ يَصْنَعُونَ هَذِهِ الصُّوَرَ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ

‘’Sesungguhnya orang- orang yang membuat gambar- gambar ini akan diadzab pada hari kiyamat, dikatakan kepada mereka,’hidupkan apa yang kalian ciptakan’ ’’.(HR.Bukhori  5495)

-Dari Abu Tholhah, Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا تَصَاوِيرُ

‘’Para malaikat tidak akan masuk rumah yang ada anjing dan gambar- gambar.’’ (HR.Bukhori 5493, dan Muslim 3929)

Nabi bersabda

كُلُّ مُصَوِّرٍ فِي النَّارِ يَجْعَلُ لَهُ بِكُلِّ صُورَةٍ صَوَّرَهَا نَفْسًا فَتُعَذِّبُهُ فِي جَهَنَّمَ و قَالَ إِنْ كُنْتَ لَا بُدَّ فَاعِلًا فَاصْنَعْ الشَّجَرَ وَمَا لَا نَفْسَ لَهُ

’’Setiap orang yang menggambar akan (diadzab) di neraka, dia diperintahkan untuk meniup ruh untuk setiap gambar yang ia buat, maka dia diadzab dengan hal itu di neraka,’’ Lalu beliau berkata,’’jika kamu harus melakukannya (menggambar), maka gambarlah pohon dan sesuatu yang tidak mempunyai ruh.’’ (HR.Muslim 3945)

PERBEDAAN ANTARA “MENGGAMBAR” dan “MENGGUNAKAN/MEMANFAATKAAN GAMBAR”

Dalam hadits- hadits yang shahih diterangkan menggambar makhluk bernyawa hukumnya haram secara total, adapun menggunakannya jika dengan cara menghinakannya, maka dibolehkan. Imam Nawawi mengatakan,’’Adapun menggunakan gambar hewan jika ditempel di dinding atau baju yang dikenakan, sorban atau semisalnya bukan menjadikan gambar tersebut untuk dihinakan, maka hukumnya tetap haram, tetapi jika digunakan untuk alas yang diinjak, untuk bantal, atau dihinakan dengan cara yang lain maka hukumnya tidak haram. , sesungguhnya menggunakan/ memanfaatkan gambar bernyawa bukan berarti menbolehkan menggambar yang bernyawa

Ada dua perkara yang menjadi sebab diharamkannya gambar bernyawa:
1.    Karena dia disembah selain Allah

2.    Dia diagungkan dan dimuliakan baik dengan dipasang atau digantung, karena mengagungkan gambar merupakan sarana kepada kesyirikan.
Dalil-dalil telah menetapkan dikecualikannya mainan anak-anak dari larangan gambarbernyawa, dan tidak diragukan bahwa mainan anak-anak juga mempunyai kemiripan dengan makhluk ciptaan Allah. Tapi bersamaan dengan itu Nabi shallallahu alaihi wasallam mengizinkan Aisyah untuk bermain
boneka

Setelah kita memahami sebab dilarangnya menggambar, maka berikut kami bawakan secara ringkas hukum menggambar dalam Islam, maka kami katakan:
Gambar terbagi menjadi 2:

1.    Yang mempunyai roh. Ini terbagi lagi menjadi dua:
a.    Yang 3 dimensi. Ini terbagi menjadi dua

Pertama: Gambar satu tubuh penuh.
Jika bahan pembuatnya tahan lama -seperti kayu atau batu atau yang semacamnya-, maka hampir seluruh ulama menyatakan haramnya secara mutlak. Kedua: jika dia dibuat untuk dimakan atau dijadikan mainan anak maka tidak mengapa karena itu adalah bentuk menghinakannya, dan akan diterangkan bahwa mainan anak-anak dikecualikan dari hukum ini.

Kemudian, di sini ada silang pendapat mengenai mainan anak-anak, apakah diperbolehkan atau tidak. Ada dua pendapat di kalangan ulama:
Pertama: Boleh

hadits dari Aisyah radhiallahu ‘anha dia berkata:

كُنْتُ أَلْعَبُ بِالْبَنَاتِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ لِي صَوَاحِبُ يَلْعَبْنَ مَعِي فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ يَتَقَمَّعْنَ مِنْهُ فَيُسَرِّبُهُنَّ إِلَيَّ فَيَلْعَبْنَ مَعِي
Aku pernah bermain dengan (boneka) anak-anak perempuan di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan aku mempunyai teman-teman yang biasa bermain denganku. Apabila Rasulullah shallaallahu’alaihi wa sallam masuk, mereka bersembunyi dari beliau. Sehingga beliau memanggil mereka supaya bermain bersamaku.

Pendapat kedua: Tetap tidak diperbolehkan.

Perbedaan pendapat mengenai mainan anak 3 dimensi yang dinukil dari para ulama salaf hanya berkenaan dengan mainan yang dibuat dari benang wol, kain, dan semacamnya. Adapun mainan yang terbuat dari plastik -seperti pada zaman ini-, maka para ulama belakangan juga berbeda pendapat tentangnya:
1. Diharamkan. Yang dikenal berpendapat dengan pendapat ini adalah Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah.
2. Boleh, dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama di zaman ini, dan inilah insya Allah pendapat yang lebih tepat.

Kedua: Jika gambarnya hanya berupa sebagian tubuh. Ini juga terbagi dua:

1.      Yang tidak ada adalah kepalanya. Hukumnya adalah boleh karena dia tidak lagi dianggap gambar makhluk bernyawa. Ini adalah pendapat seluruh ulama.

hadits Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda

الصورة الرأس ، فإذا قطع الرأس ، فلا صورة 

‘’Gambar itu (intinya) adalah kepalanya, jika dipotong kepalanya maka bukan gambar (yang dilarang

Diantara dalilnya hadits Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata,’’Malaikat Jibril datang kepadaku, lalu dia berkata padaku,’’tadi malam aku datang kepadamu, tidak ada yang menghalangiku masuk kecuali karena ada gambar- gambar di pintu.’’lalu (Jibril) berkata,

فمر برأس التمثال يقطع فيصير كهيأة الشجرة 

’’perintahkan supaya ‘ timtsal’[13] (gambar- gambar) yang ada di rumah itu untuk dipotong kepalanya supaya menjadi seperti bentuk pohon…’’  (HR.Abu Dawud 3504, dan disahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah 356).


2.      Yang tidak ada adalah selain kepalanya, dan ini juga ada dua bentuk

a.       Jika yang tidak ada itu tidaklah membuat manusia mati, misalnya gambarnya seluruh tubuh kecuali kedua tangan dan kaki.

b.       Jika yang tidak ada itu membuat manusia mati, misalnya gambar setengah badan. Karena manusia yang terbelah hingga dadanya tidak akan bisa bertahan hidup. Maka gambar seperti ini boleh.

B.Yang 2 dimensi. Yang dua dimensi terbagi lagi menjadi 2:
Pertama: Yang dibuat dengan tangan

1.    Gambarnya tidak bergerak, maka ini juga ada dua bentuk:
•    Gambar satu tubuh penuh. Ada dua pendapat besar di kalangan ulama mengenai hukumnya:
a.    Haram secara mutlak. Ini adalah riwayat yang paling shahih dari Imam Ahmad, salah satu dari dua sisi dalam mazhab Abu Hanifah, dan sisi yang paling shahih dalam mazhab Asy-Syafi’i.
b.    Haram kecuali yang dibuat untuk direndahkan dan dihinakan atau yang dijadikan mainan anak

•    Adapun gambar dua dimensi yang tidak satu tubuh penuh (misalnya setengah badan), maka perincian dan hukumnya sama seperti pada pembahasan gambar 3 dimensi.

2.    Jika gambar dengan tangan ini bergerak, atau yang kita kenal dengan kartun. Hukumnya sama seperti gambar yang tidak bergerak di atas, karena hakikatnya dia tidak bergerak akan tetapi dia hanya seakan-akan bergerak di mata orang yang melihatnya.

Kedua: Yang dibuat dengan alat, baik gambarnya tidak bergerak seperti foto maupun bergerak seperti yang ada di televisi.Ini termasuk masalah kontemporer.

Ada dua pendapat di kalangan ulama belakangan berkenaan dengan hal ini:
Pendapat pertama: Diharamkan kecuali yang dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, seperti foto pada KTP, SIM, Paspor, dan semacamnya.

Pendapat kedua: Boleh karena yang dibuat dengan alat bukanlah merupakan gambar hakiki. Pendapat ini kami pandang lebih kuat karena pada dasarnya gambar dengan alat bukanlah ‘shurah’ secara bahasa. Hal itu karena ‘shurah’ (gambar) secara bahasa adalah ‘at-tasykil’ yang bermakna membentuk sebuah ‘syakl’ (bentuk) atau ‘at-tashwir’ yang bermakna menjadikan sesuatu di atas bentuk atau keadaan tertentu. Jadi ‘shurah’ yang hakiki secara gambar fotografi bukanlah memunculkan suatu zat/bentuk yang tidak ada sebelumnya, akan tetapi gambar fotografi hanyalah kebalikan dari benda aslinya.

Hal ini bisa kita pahami dengan memahami prinsip kerja kamera yaitu sebagai berikut:
Kamera terdiri dari lensa cembung dan film, jika dia menerima cahaya (dalam hal ini cahaya berbentuk objek yang dipotret), maka lensa ini akan memfokuskan cahaya tersebut, dimana hasilnya adalah berupa bayangan yang terbalik yang bisa ditangkap oleh layar. Bayangan ini terekam dalam film yang sensitif terhadap cahaya.
Untuk membuktikan hal ini, kita bisa mengambil sebuah lensa cembung (lup). Kita hadapkan lup ini menghadap keluar jendela yang terbuka. Lalu kita letakkan selembar kertas putih di
belakang lup tersebut, maka kita pasti akan melihat sebuah bayangan pemandangan luar jendela di kertas putih tadi akan tetapi posisinya terbalik.bahasa mengandung makna memunculkan atau mengadakan zat yang tidak ada sebelumnya.

Sekarang akan muncul pertanyaan: Apakah proses membalik cahaya benda dianggap sebagai ‘shurah’ atau gambar?
Jawabannya: Tidak, dia bukanlah ‘shurah’. Karena ‘shurah’ tidak mungkin ada kecuali ada ‘mushawwir’ (penggambar) dan orang ini harus punya kemampuan menggambar. Sementara membalik cahaya bisa terjadi walaupun tidak ada mushawwir atau orang yang melakukannya tidak paham menggambar.

Para ulama yang membolehkan foto mensyaratkan beberapa hal diantaranya;

- tidak boleh berupa foto yang diharamkan seperti foto kaum wanita(akan saya tanyakan,supaya lebih jelas maksudnya), foto porno, foto yang mengandung syi’ar orang kafir atau kesyirikan, foto yang mempermainkan agama islam, foto berupa pengagungan/ pengultusan para tokoh, dan semisalnya.

2.    Yang tidak mempunyai roh. Terbagi menjadi:
a.    Yang tumbuh seperti tanaman.Hukumnya boleh

b.    Benda mati. Yang ini terbagi:
1.    Yang bisa dibuat oleh manusia.
2.    Yang hanya bisa dicipta oleh Allah seperti matahari.Hukum gambar
ini adalah boleh.


MEMANFAATKAN GAMBAR BERNYAWA

1. Hukum memanfaatkan dengan dihinakan

-Sebagian ulama berpendapat boleh menggunakan/memanfaatkan gambar bernyawa jika dihinakan.

- Sebagian ulama yang lain berpendapat makruh menggunakan/ memanfaatkan gambar bernyawa walaupun dihinakan- Jalan tengah; hadits- hadits yang menunjukkan bahwa Nabi menggunakan gambar bernyawa dengan cara dihinakan (digunakan sebagai sarung bantal) tidak dapat kita ingkari keabsahannya, dan ini menunjukkan kebolehannya, hanya saja jika seorang muslim mampu meninggalkannya secara total, maka sudah selayaknya dia tinggalkan karena dikhawatirkan para Malaikat tidak masuk rumahnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar